KATA PENGANTAR
segala puji bagi Tuhan yang telah
menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan .Tanpa
pertolongan Dia mungkin tidak sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini berjudul “ADMINISTRASI PEMBANGUNAN”
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas
tentang administrai pembangunan , yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber.Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan ,
baik itu yang datang dari diri penyusun maupun datang dari luar . Namun dengan
penuh kesabaran terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan
Makalah ini memuat tentang ADMINISTRASI PEMBANGUNAN .Walaupun makalah ini mungkin kurang
sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca
Semoga makalah ini dapat member wawasan yang lebih
luas kepada pembaca.Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekuragan
.Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya
DAFTAR ISI
Kata pengantar ………………………………………………………………
Daftar isi………………………………………………………………………
BAB 1 PENDAHULUAN :
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...
1.2 Tujuan…………………………………………………………………………
BAB 2 PEMBAHASAN :
2.1 Indikator Keberhasilan
Pembangunan di Bidang Ekonomi………………….
2.2 Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Kesehatan………………...
2.3 Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Pendidikan……………….
2.4 Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Sosialdan budaya ………..
2.5 Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Politik …………………...
2.6 Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Hukum ….……………….
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN :
3.1 KESIMPULAN……………………………………………………….……..
3.2 SARAN……………………………………………………………………...
3.3 DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………….…….
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan (development) adalah proses
perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi,
infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya
(Alexander 1994).Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi
ekonomi, sosial dan budaya Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan
untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita
(1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses
perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara
terencana”.
Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering
ditemukan adanya pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan,
pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan dengan
westernisasi. Seluruh pemikiran tersebut didasarkan pada aspek perubahan, di
mana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi, secara
keseluruhan mengandung unsur perubahan. Namun begitu, keempat hal tersebut
mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing mempunyai latar
belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip kontinuitas yang berbeda
pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan (Riyadi
dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
1.2 Tujuan
·
Untuk mengetahui sejauh mana
perkembangan indikator keberhasilan pembangunan di berbagai sektor ( kesehatan,
politik, hukum, sosial budaya, ekonomi dan pendidikan)
·
Sebagai tolak ukur
untuk pembangunan di masa depan yang lebih baik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Indikator keberhasilan
Pembangunan di Bidang Ekonomi
Penggunaan indicator dan variable pembangunan
bisa berbeda untuk setiap Negara. Di Negara-negara yang masih miskin, ukuran
kemajuan dan pembangunan mungkin masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar
seperti listrik masuk desa, layanan kesehatan pedesaan, dan harga makanan pokok
yang rendah. Sebaliknya, di negara-negara yang telah dapat memenuhi kebutuhan
tersebut, indicator pembangunan akan bergeser kepada factor-faktor
sekunder dan tersier (Tikson, 2005).
Sejumlah indicator ekonomi
yang dapat digunakan oleh lembaga-lembaga internasional antara lain pendapatan
perkapita (GNP atau PDB), struktur perekonomin, urbanisasi, dan jumlah
tabungan. Disamping itu terdapat pula dua indicator lainnya yang menunjukkan
kemajuan pembangunan sosial ekonomi suatu bangsa atau daerah yaitu Indeks
Kualitas Hidup (IKH atau PQLI) dan Indeks Pembangunan Manusia (HDI). Berikut
ini, akan disajikan ringkasan Deddy T. Tikson (2005) terhadap kelima indicator
tersebut :
1. Pendapatan perkapita
Pendapatan per kapita, baik
dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan salah satu indikaor makro-ekonomi yang
telah lama digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif
makroekonomi, indikator ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat
diukur, sehingga dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
Tampaknya pendapatan per kapita telah menjadi indikator makroekonomi yang tidak
bisa diabaikan, walaupun memiliki beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan
pendapatan nasional, selama ini, telah dijadikan tujuan pembangunan di
negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah ada asumsi bahwa kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh adanya peningkatan
pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi). Walaupun demikian, beberapa ahli
menganggap penggunaan indikator ini mengabaikan pola distribusi pendapatan
nasional. Indikator ini tidak mengukur distribusi pendapatan dan pemerataan
kesejahteraan, termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya ekonomi.
2. Urbanisasi
Urbanisasi dapat diartikan
sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim di wilayah perkotaan
dibandingkan dengan di pedesaan. Urbanisasi dikatakan tidak terjadi apabila
pertumbuhan penduduk di wilayah urban sama dengan nol. Sesuai dengan pengalaman
industrialisasi di negara-negara eropa Barat dan Amerika Utara, proporsi
penduduk di wilayah urban berbanding lurus dengn proporsi industrialisasi. Ini
berarti bahwa kecepatan urbanisasi akan semakin tinggi sesuai dengan cepatnya proses
industrialisasi. Di Negara-negara industri, sebagain besar penduduk tinggal di
wilayah perkotaan, sedangkan di Negara-negara yang sedang berkembang proporsi
terbesar tinggal di wilayah pedesaan. Berdasarkan fenomena ini, urbanisasi
digunakan sebagai salah satu indicator pembangunan.
3.
Indeks Kualitas Hidup
IKH atau Physical Qualty of life Index
(PQLI) digunakan untuk mengukur kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Indeks
ini dibuat indicator makroekonomi tidak dapat memberikan gambaran tentang
kesejahteraan masyarakat dalam mengukur keberhasilan ekonomi. Misalnya, pendapatan nasional sebuah bangsa dapat tumbuh terus, tetapi
tanpa diikuti oleh peningkatan kesejahteraan sosial.
Indeks ini dihitung
berdasarkan kepada :
1) Angka rata-rata harapan hidup
pada umur satu tahun
2)
Angka
kematian bayi
3)
Angka
melek huruf.
Dalam indeks ini, angka rata-rata harapan hidup dan
kematian bayi akan dapat menggambarkan status gizi anak dan ibu, derajat kesehatan,
dan lingkungan keluarga yang langsung beasosiasi dengan kesejahteraan keluarga.
Pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf, dapat menggambarkan jumlah
orang yang memperoleh akses pendidikan sebagai hasil pembangunan. Variabel ini
menggambarkan kesejahteraan masyarakat, karena tingginya status ekonomi
keluarga akan mempengaruhi status pendidikan para anggotanya.
2.2 Indikator Keberhasilan Pembangunan di
Bidang Kesehatan
Peranan keberhasilan pembangunan
kesehatan sangat menentukan tercapainya tujuan pembangunan nasional, karena
dalam rangka menghadapi makin ketatnya persaingan pada era globalisasi,pendidik
yang sehat akan menunjang keberhasilan program pendidikan dan juga akan
mendorong peningkatan produktivitas dan pendapatan penduduk. Visi Indonesia
sehat 2010 yang telah ditetapkan sebagai gambaran prediksi atau harapan tentang
keadaan masyarakat pada tahun 2010, haruslah dapat mewujudkan dan dilaksanakan
secara bertaat azas dan berkesinambungan. Untuk itu rencana pembangunan
kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 telah disusun oleh Departement Kesehatan
bersama sama dengan lintas sektor, perguruan tinggi, LSM, organisasi profesi,
dan 7 partai besar yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan program
kesehatan dalam mengembangkan rencana strategis untuk mencapai indikator keberhasilan
pembangunan kesehatan yang telah ditetapkan. Salah satu indikator
keberhasilannya adalah perilaku hidup sehat yang
didefinisikan sebagai perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit,
serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Selanjutnya ada 19
perilaku hidup sehat yang menjadi sasaran pembangunan kesehatan dan bila dicermati perilaku-perilaku
tersebut melekat pada masing-masing program kesehatan prioritas seperti KIA,
GIZI, immunisasi, kesling, Gaya hidup dan JKPM.Situasi ini dapat memberi
peluang tapi juga hambatan bagi penanggungjawab program untuk dapat mencapai
target perubahan perilaku bila dilakukan sendiri-sendiri atau dibebankan pada
satu program sektor saja. Karena masalah-masalah kesehatan dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti sosial budaya, ekonomi, pendidikan dan lain-lain.
Ditambah lagi pada era disentralisasi dimana setiap daerah mempunyai
permasalahan kesehatan lokal spesifik yang juga mempunyai aspek perilaku yang
perlu ditangani secara lokal. Untuk itu perlu disusun skala prioritas bagi 19
indikator perilaku hidup sehat agar dapat ditangani secara nasional atau
lokal/daerah dengan tetap menacu kepada paradigma sehat yang memandang
pembangunan kesehatan lebih menekankan kepada upaya promotif dan preventif
tanpa mengesampingkan kuratif dan rehabilitasi. Akses merupakan hal yang
sangat terkait dengan isu gender.
Derajat kesehatan perempuan secara umum dapat diukur melalui ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan, seperti tenaga kesehatan terutama bidan, selain
itu dipengaruhi juga oleh rata-rata angka harapan hidup, jumlah akseptor KB,
serta angka kematian bayi yang secara langsung terkait dengan tingkat kesehatan
ibu.
Pada dasarnya pembangunan dibidang kesehatan bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara mudah, merata dan murah. Dengan meningkatnya pelayanan kesehatan, pemerintah berupaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu upaya Pemerintah dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah dengan penyediaan fasilitas kesehatan terutama Puskesmas dan Puskesmas Pembantu karena kedua fasilitas tersebut dapat menjangkau segala lapisan masyarakat hingga kedaerah terpencil. Upaya pemerintah mengutamakan pembangunan dibidang kesehatan mempunyai beberapa kepentingan antara lain meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara luas yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan lebih dini lagi adalah untuk menurunkan angka kematian bayi/balita. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang baik selain dengan penyediaan berbagai fasilitas kesehatan, juga melalui penyuluhan kesehatan agar masyarakat dapat berperilaku hidup sehat. Adapun upaya untuk menilai keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan salah satunya adalah dengan berdasarkan situasi derajat kesehatan. Oleh karena itu derajat kesehatan merupakan keharusan guna menilai hasil pelaksanaan program kesehatan yang dijalankan. Guna menilai keberhasilan pembangunan kesehatan maupun sebagai dasar dalam menyusun rencana untuk masa yang akan datang mutlak diperlukan analisa situasi derajat kesehatan tersebut.
Pada dasarnya pembangunan dibidang kesehatan bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara mudah, merata dan murah. Dengan meningkatnya pelayanan kesehatan, pemerintah berupaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu upaya Pemerintah dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah dengan penyediaan fasilitas kesehatan terutama Puskesmas dan Puskesmas Pembantu karena kedua fasilitas tersebut dapat menjangkau segala lapisan masyarakat hingga kedaerah terpencil. Upaya pemerintah mengutamakan pembangunan dibidang kesehatan mempunyai beberapa kepentingan antara lain meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara luas yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan lebih dini lagi adalah untuk menurunkan angka kematian bayi/balita. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang baik selain dengan penyediaan berbagai fasilitas kesehatan, juga melalui penyuluhan kesehatan agar masyarakat dapat berperilaku hidup sehat. Adapun upaya untuk menilai keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan salah satunya adalah dengan berdasarkan situasi derajat kesehatan. Oleh karena itu derajat kesehatan merupakan keharusan guna menilai hasil pelaksanaan program kesehatan yang dijalankan. Guna menilai keberhasilan pembangunan kesehatan maupun sebagai dasar dalam menyusun rencana untuk masa yang akan datang mutlak diperlukan analisa situasi derajat kesehatan tersebut.
2.3 Indikator Keberhasilan Pembangunan di
Bidang Pendidikan
Pembangunan bidang pendidikan memiliki dua indikator utama yakni indikator
perkembangan pembangunan pendidikan dan indikator keberhasilan pembangunan
pendidikan. Indikator perkembangan pembangunan pendidikan dapat ditunjukkan
melalui : akses penduduk usia sekolah terhadap lembaga pendidikan, kesadaran
masyarakat untuk menyekolahkan anak, tingkat pengeluaran pemerintah untuk
anggaran pendidikan serta rasio sarana belajar pendidikan (Rasio Siswa-kelas,
Rasio siswa-Guru dan Rasio Guru-kelas). Indikator keberhasilan pembangunan
bidang pendidikan dapat dilihat dari : Angka Partisipasi Murni, Angka
Partisipasi Kasar, Proporsi penduduk Usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan
tertinggi yang ditamatkan, Tingkat Kelulusan Siswa dan Angka Buta Huruf.
a.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak usia 2 tahun sampai enam tahun dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. PAUD dibedakan dalam tiga bentuk yaitu formal, non formal dan informal. PAUD formal berbentuk taman kanak-kanak atau bentuk lain. Pada jalur non formal, PAUD berbentuk kelompok bermain, taman penitipan anak, atau bentuk lain, dan jalur informal seperti yang dislenggarakan di tempat-tempat ibadah atau perorangan.
Indikator keberhasilan penyelenggaraan PAUD yang diukur melalui indikator Angka Partisipasi Kasar.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak usia 2 tahun sampai enam tahun dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. PAUD dibedakan dalam tiga bentuk yaitu formal, non formal dan informal. PAUD formal berbentuk taman kanak-kanak atau bentuk lain. Pada jalur non formal, PAUD berbentuk kelompok bermain, taman penitipan anak, atau bentuk lain, dan jalur informal seperti yang dislenggarakan di tempat-tempat ibadah atau perorangan.
Indikator keberhasilan penyelenggaraan PAUD yang diukur melalui indikator Angka Partisipasi Kasar.
b.
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
Pendidikan dasar sembilan tahun adalah jenjang pendidikan bagi anak usia 7–15 tahun, yang mencakup program pendidikan dasar (SD/MI/Pendidikan sederajat) bagi penduduk usia 7 – 12 dan program pendidikan menengah pertama (SMP/MTs/Pendidikan sederajat) bagi penduduk usia 13 – 15 tahun. Indikator keberhasilan pembangunan bidang pendidikan sembilan tahun, dilihat dari Angka Partisipasi Murni dan Angka Partisipasi Kasar.
Pendidikan dasar sembilan tahun adalah jenjang pendidikan bagi anak usia 7–15 tahun, yang mencakup program pendidikan dasar (SD/MI/Pendidikan sederajat) bagi penduduk usia 7 – 12 dan program pendidikan menengah pertama (SMP/MTs/Pendidikan sederajat) bagi penduduk usia 13 – 15 tahun. Indikator keberhasilan pembangunan bidang pendidikan sembilan tahun, dilihat dari Angka Partisipasi Murni dan Angka Partisipasi Kasar.
c. Pendidikan Menengah
Indikator keberhasilan pembangunan pendidikan pada pendidikan sekolah menengah dilihat dari aspek angka partisipasi murni (APM) dan angka partisipasi kasar (APK), memperlihatkan adanya peningkatan.
Indikator keberhasilan pembangunan pendidikan pada pendidikan sekolah menengah dilihat dari aspek angka partisipasi murni (APM) dan angka partisipasi kasar (APK), memperlihatkan adanya peningkatan.
d.
Pendidikan Tinggi
Persentase penduduk yang menamatkan pendidikan tinggi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, kecuali Diploma I dan II.
Persentase penduduk yang menamatkan pendidikan tinggi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, kecuali Diploma I dan II.
2.4 Indikator
Keberhasilan pembangunan di
Bidang Sosial dan Budaya
Pembangunan
sosial dapat didefinisikan sebagai strategi kolektif dan terencana guna
meningkatkan kualitas hidup manusia melalui seperangkat kebijakan sosial yang
mencakup sektor pendidikan, kesehatan, perumahan, ketenagakerjaan, jaminan
sosial dan penanggulangan kemiskinan. Istilah pembangunan sosial (social
development) sering dipertukarkan dengan pembangunan manusia (human
development) dan pembangunan kesejahteraan sosial (social welfare
development). Secara konseptual, ketiganya sesungguhnya memiliki arena dan
konsentrasi yang relatif berbeda, meskipun bersinggungan. Bila pembangunan
sosial lebih berorientasi pada peningkatan kualitas hidup manusia dalam arti
luas, maka pembangunan manusia memfokuskan perhatiannya pada peningkatan modal
manusia (human capital) yang diukur melalui dua indikator utama; pendidikan
(misalnya angka melek huruf) dan kesehatan (misalnya angka harapan hidup). Sementara
itu, pembangunan kesejahteraan sosial lebih berorientasi pada peningkatan modal
sosial (social capital) yang dapat dilihat dari indikator keberfungsian sosial
(social functioning) yang mencakup kemampuan memenuhi kebutuhan dasar,
melaksanakan peran sosial serta menghadapi goncangan dan tekanan kehidupan.
Meskipun sasaran pelayanan pembangunan kesejahteraan sosial mencakup individu
dan masyarakat dari berbagai kelas sosial ekonomi, namun sasaran utama
pelayanan pembangunan sosial pada umumnya adalah mereka yang tergolong
kelompok-kelompok kurang beruntung (disadvantaged groups) yang di
Indonesia dikenal dengan nama Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS).
2.5 Indikator Keberhasilan
Pembangunan di Bidang Politik
Mengapa ada perbedaan
hasil dalam Indeks Pembangunan Manusia (human development Indeks) antara yang
dirumuskan oleh Pemerintah Indonesia dengan Perserikatan Bangsa-bangsa, padahal
dimensi, indicator dan obyek yang digunakan sama?. Jawaban atas pertanyaan ini yang paling
sederhana dan dimaklumi oleh banyak kalangan adalah karena ukuran yang
digunakan oleh pemerintah selama ini hanya ukuran politik (politic pattern).
Ukuran politik yang dimaksud di sini terkait dengan indikator yang digunakan
semata untuk melindungi wibawa politik pemerintah di mata publik sehingga
kebutuhan dasar dalam pembangunan manusia yang paling esensial terabaikan.
Pemerintah "terkesan" jaga wibawa kepada para konstituens politiknya
bahwa mereka telah melaksanakan amanah pembangunan. Ukuran politik pula yang
mengakibatkan masing-masing indicator dalam pembangunan manusia saling tidak
singkron satu sama lain.
Seperti misalnya dalam penetapan standar hidup layak, pemerintah menetap kan garis kemiskinan berdasarkan pengeluaran seseorang dalam memenuhi kebutuhan minimum yakni berdasar asupan kalori (2.100 kalori) untuk bertahan hidup atau senilai uang Rp. 5.500/kapita/hari (Suharto, 1999).
Jika pemerintah (baca : Badan Pusat Statistik) menggunakan acuan minimum pendapatan masyarakat sebesar Rp. 5.500/hari berada di ambang batas kemiskinan, maka kesimpulan sederhana memanglah benar kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan seperti selama ini dikampanyekan dalam setiap moment politik. Data BPS 2010 menyebutkan jumlah kemiskinan tinggal 31,02 juta.
Angka ini menurun sebanyak 4 juta orang miskin pada tahun 2005 (sebanyak 35,1 juta jiwa). Padahal kebutuhan dasar penduduk bukanlah asupan kalori semata. Masing-masing penduduk di jamin oleh undang-undang untuk hidup layak (sandang, pangan dan papan). Penetapan angka Rp.5.500/hari sebagai batas penduduk hidup di garis kemiskinan dalam pandangan penulis sangatlah tidak manusiawi.
Jika indicator ini digunakan maka sangatlah jelas pemerintah mengesampingkan kebutuhan lain di luar asupan kalori seperti kepemilikan rumah, kepemilikan sandang (pakaian), kebutuhan pendidikan dan standar hidup layak lainnya.
Dengan standar hidup layak minimum di atas maka tidak heran jika dalam laporan Indeks Pembangunan Manusia yang dirilis oleh BPS tahun 2008 sangat timpang antara indicator melek huruf (sebesar 91,9%) dengan lama usia sekolah yang selama satu dasawarsa hanya bisa meningkat 1,2 tahun (IPM-BPS, 2008).
Dalam bidang kesehatan, Indonesia mengalami hambatan yang sangat serius jika masalah ledakan penduduk (hasil sensus 2010) tidak diatasi maka akan berdampak pada kinerja pembangunan manusia bidang kesehatan dan bidang lainnya.
Seperti misalnya dalam penetapan standar hidup layak, pemerintah menetap kan garis kemiskinan berdasarkan pengeluaran seseorang dalam memenuhi kebutuhan minimum yakni berdasar asupan kalori (2.100 kalori) untuk bertahan hidup atau senilai uang Rp. 5.500/kapita/hari (Suharto, 1999).
Jika pemerintah (baca : Badan Pusat Statistik) menggunakan acuan minimum pendapatan masyarakat sebesar Rp. 5.500/hari berada di ambang batas kemiskinan, maka kesimpulan sederhana memanglah benar kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan seperti selama ini dikampanyekan dalam setiap moment politik. Data BPS 2010 menyebutkan jumlah kemiskinan tinggal 31,02 juta.
Angka ini menurun sebanyak 4 juta orang miskin pada tahun 2005 (sebanyak 35,1 juta jiwa). Padahal kebutuhan dasar penduduk bukanlah asupan kalori semata. Masing-masing penduduk di jamin oleh undang-undang untuk hidup layak (sandang, pangan dan papan). Penetapan angka Rp.5.500/hari sebagai batas penduduk hidup di garis kemiskinan dalam pandangan penulis sangatlah tidak manusiawi.
Jika indicator ini digunakan maka sangatlah jelas pemerintah mengesampingkan kebutuhan lain di luar asupan kalori seperti kepemilikan rumah, kepemilikan sandang (pakaian), kebutuhan pendidikan dan standar hidup layak lainnya.
Dengan standar hidup layak minimum di atas maka tidak heran jika dalam laporan Indeks Pembangunan Manusia yang dirilis oleh BPS tahun 2008 sangat timpang antara indicator melek huruf (sebesar 91,9%) dengan lama usia sekolah yang selama satu dasawarsa hanya bisa meningkat 1,2 tahun (IPM-BPS, 2008).
Dalam bidang kesehatan, Indonesia mengalami hambatan yang sangat serius jika masalah ledakan penduduk (hasil sensus 2010) tidak diatasi maka akan berdampak pada kinerja pembangunan manusia bidang kesehatan dan bidang lainnya.
Secara sederhana kita dapat melihat bagaimana kehidupan seorang Ibu dari keluarga miskin yang memiliki banyak anak memiliki dampak berbanding lurus dengan rendahnya kemampuan Ibu dalam memenuhi kebutuhan gisi dan nutrisi.
Oleh karenanya kita tak bisa berbangga serta memamerkan kepada dunia internasional bahwa angka harapan hidup di Indonesia terus meningkat sedangkan factor lain kita kesampingkan seperti misalnya kualitas hidup yang rendah karena tak mampu mengenyam pendidikan tinggi dan hidup dibawah garis kemiskinan.
2.6 Indikator
Keberhasilan Pembangunan di Bidang Hukum
Untuk mendukung terwujudnya Indonesia yang sejahtera,
demokratis, dan berkeadilan, maka perlu dilakukan pembenahan hukum dan aparatur
di Indonesia. Hal ini dilakukan dengan menetapkan kebijakan pembangunan di
bidang hukum dan aparatur yang diarahka n pada perbaikan tata kelola
pemerintahan yang baik. Kebijakan ini sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2011-2014, dalam bidang hukum dan aparatur.
Jika dikaitkan dengan tujuan utama yang ingin kita
capai, yaitu sejahtera, adil, dan demokrasi, maka dalam prosesnya tentu salah
satu yang sangat krusial dari indikator objektif adalah terkait masalah hukum
dan aparatur. Bukan hanya terkait subtansinya, tapi juga dari yang
melaksanakannya,” jelas Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Prof. Armida S. Alisjahbana,
SE., MA., PhD saat menyampaikan materi kuliahnya yang berjudul “Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 Bidang Hukum dan
Aparatur” dihadapan mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum (FH) Unpad.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Armida yang juga guru
besar di Unpad ini menyebutkan tujuh strategi dan arah kebijakan pembangunan
mengenai hukum dan aparatur, untuk mencapai Indonesia yang sejahtera,
demokratis, dan adil. Ketujuh strategi ini adalah peningkatan efektivitas
perundang-undangan, peningkatan kinerja lembaga di bidang hukum; peningkatan
penghormatan, pemajuan, dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), peningkatan
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN), peningkatan kualitas pelayanan publik, peningkatan kapasitas
dan akuntabilitas kinerja birokrasi, dan pemantapan pelaksanaan reformasi
birokrasi.
“Ketujuh strategi inilah yang selalu kita pantau
bagaimana kondisi pencapaian terakhir, apa yang menjadi masalah yang perlu
diperbaiki, dan bagaimana pelaksanaan dari strategi dan arah kebijakan pertahunnya,”
ungkap Prof. Armida. Ia pun menyebutkan bahwa tujuh strategi ini diharapkan
akan membawa pengaruh besar terhadap keadilan dan kepastian hukum, serta
pelayanan publik yang berkualitas.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pembangunan (development)
adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik,
ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan
budaya (Alexander 1994).Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai
transformasi ekonomi, sosial dan budaya Pembangunan adalah proses perubahan yang
direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita
(1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses
perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara
terencana”.
Proses pembangunan terjadi
di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang
berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group).
Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress),
pertumbuhan dan diversifikasi.
3.2 SARAN
Menurut saya perkembangan
administrasi pembangunan di Indonesia sudah cukup bagus tinggal terus
menigkatkan hal tersebut di semua bidang agar semuanya stabil dan terus
maju
DAFTAR
PUSTAKA
Kuncoro, Mudrajad, Ekonomi
Pembangunan : Teori, Masalah, dan Kebijakan, Yogyakarta, 1997.
Tambunan, Tulus T.H., Perekonomian
Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996.
Tjokroamidjojo, Bintoro;
Mustopadidjaja, Pengantar Pemikiran tentang Teori dan Strategi
Pembangunan nasional, Jakarta, 1984.
http://gustiayuendanghartanti.blogspot.com/2012/06/makalah-administrasi-pembangunan.html