Monday, October 21, 2013

MAKALAH ADMINISTRASI PEMBANGUNAN


KATA PENGANTAR
segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan .Tanpa pertolongan Dia mungkin tidak sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini berjudul “ADMINISTRASI PEMBANGUNAN”
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas tentang administrai pembangunan , yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan , baik itu yang datang dari diri penyusun maupun datang dari luar . Namun dengan penuh kesabaran terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan
Makalah ini memuat tentang ADMINISTRASI PEMBANGUNAN .Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca
Semoga makalah ini dapat member wawasan yang lebih luas kepada pembaca.Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekuragan .Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya


DAFTAR ISI

Kata pengantar ………………………………………………………………
Daftar isi………………………………………………………………………
BAB 1 PENDAHULUAN :
1.1  Latar Belakang………………………………………………………………...
1.2  Tujuan…………………………………………………………………………
BAB 2  PEMBAHASAN :
2.1  Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Ekonomi………………….
2.2  Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Kesehatan………………...
2.3  Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Pendidikan……………….
2.4  Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Sosialdan budaya ………..
2.5  Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Politik …………………...
2.6  Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Hukum ….……………….
 BAB 3  KESIMPULAN  DAN  SARAN :
3.1  KESIMPULAN……………………………………………………….……..
3.2  SARAN……………………………………………………………………...
3.3 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….…….



BAB 1
 PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994).Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sedangkan Ginanjar Kartasas­mita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan, pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan dengan westernisasi. Seluruh pemikiran ter­sebut didasarkan pada aspek perubahan, di mana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi, secara kese­luruhan mengandung unsur perubahan. Namun begitu, keempat hal tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
1.2  Tujuan
·         Untuk mengetahui sejauh mana perkembangan indikator keberhasilan pembangunan di berbagai sektor ( kesehatan, politik, hukum, sosial budaya, ekonomi dan pendidikan)
·          Sebagai tolak ukur untuk pembangunan di masa depan yang lebih baik.



BAB II
 PEMBAHASAN
 
2.1 Indikator keberhasilan Pembangunan di Bidang Ekonomi

  Penggunaan indicator dan variable pembangunan bisa berbeda untuk setiap Negara. Di Negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan pembangunan mungkin masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik masuk desa, layanan kesehatan pedesaan, dan harga makanan pokok yang rendah. Sebaliknya, di negara-negara yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut, indicator pembangunan akan bergeser kepada factor-faktor   sekunder dan tersier (Tikson, 2005).
Sejumlah indicator ekonomi yang dapat digunakan oleh lembaga-lembaga internasional antara lain pendapatan perkapita (GNP atau PDB), struktur perekonomin, urbanisasi, dan jumlah tabungan. Disamping itu terdapat pula dua indicator lainnya yang menunjukkan kemajuan pembangunan sosial ekonomi suatu bangsa atau daerah yaitu Indeks Kualitas Hidup (IKH atau PQLI) dan Indeks Pembangunan Manusia (HDI). Berikut ini, akan disajikan ringkasan Deddy T. Tikson (2005) terhadap kelima indicator tersebut :
1.       Pendapatan perkapita
Pendapatan per kapita, baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan salah satu indikaor makro-ekonomi yang telah lama digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi, indikator ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Tampaknya pendapatan per kapita telah menjadi indikator makroekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun memiliki beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional, selama ini, telah dijadikan tujuan pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah ada asumsi bahwa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh adanya peningkatan pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi). Walaupun demikian, beberapa ahli menganggap penggunaan indikator ini mengabaikan pola distribusi pendapatan nasional. Indikator ini tidak mengukur distribusi pendapatan dan pemerataan kesejahteraan, termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya ekonomi.
2.       Urbanisasi
Urbanisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim di wilayah perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Urbanisasi dikatakan tidak terjadi apabila pertumbuhan penduduk di wilayah urban sama dengan nol. Sesuai dengan pengalaman industrialisasi di negara-negara eropa Barat dan Amerika Utara, proporsi penduduk di wilayah urban berbanding lurus dengn proporsi industrialisasi. Ini berarti bahwa kecepatan urbanisasi akan semakin tinggi sesuai dengan cepatnya proses industrialisasi. Di Negara-negara industri, sebagain besar penduduk tinggal di wilayah perkotaan, sedangkan di Negara-negara yang sedang berkembang proporsi terbesar tinggal di wilayah pedesaan. Berdasarkan fenomena ini, urbanisasi digunakan sebagai salah satu indicator pembangunan.
3.       Indeks Kualitas Hidup
IKH atau Physical Qualty of life Index (PQLI) digunakan untuk mengukur kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Indeks ini dibuat indicator makroekonomi tidak dapat memberikan gambaran tentang kesejahteraan masyarakat dalam mengukur keberhasilan ekonomi. Misalnya, pendapatan nasional sebuah bangsa dapat tumbuh terus, tetapi tanpa diikuti oleh peningkatan kesejahteraan sosial.

Indeks ini dihitung berdasarkan kepada :
1)      Angka rata-rata harapan hidup pada umur satu tahun
2)      Angka kematian bayi
3)      Angka melek huruf.

Dalam indeks ini, angka rata-rata harapan hidup dan kematian bayi akan dapat menggambarkan status gizi anak dan ibu, derajat kesehatan, dan lingkungan keluarga yang langsung beasosiasi dengan kesejahteraan keluarga. Pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf, dapat menggambarkan jumlah orang yang memperoleh akses pendidikan sebagai hasil pembangunan. Variabel ini menggambarkan kesejahteraan masyarakat, karena tingginya status ekonomi keluarga akan mempengaruhi status pendidikan para anggotanya.
2.2 Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Kesehatan
Peranan keberhasilan pembangunan kesehatan sangat menentukan tercapainya tujuan pembangunan nasional, karena dalam rangka menghadapi makin ketatnya persaingan pada era globalisasi,pendidik yang sehat akan menunjang keberhasilan program pendidikan dan juga akan mendorong peningkatan produktivitas dan pendapatan penduduk. Visi Indonesia sehat 2010 yang telah ditetapkan sebagai gambaran prediksi atau harapan tentang keadaan masyarakat pada tahun 2010, haruslah dapat mewujudkan dan dilaksanakan secara bertaat azas dan berkesinambungan. Untuk itu rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 telah disusun oleh Departement Kesehatan bersama sama dengan lintas sektor, perguruan tinggi, LSM, organisasi profesi, dan 7 partai besar yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan program kesehatan dalam mengembangkan rencana strategis untuk mencapai indikator keberhasilan pembangunan kesehatan yang telah ditetapkan. Salah satu indikator keberhasilannya adalah perilaku hidup sehat yang didefinisikan sebagai perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Selanjutnya ada 19 perilaku hidup sehat yang menjadi sasaran pembangunan kesehatan dan bila dicermati perilaku-perilaku tersebut melekat pada masing-masing program kesehatan prioritas seperti KIA, GIZI, immunisasi, kesling, Gaya hidup dan JKPM.Situasi ini dapat memberi peluang tapi juga hambatan bagi penanggungjawab program untuk dapat mencapai target perubahan perilaku bila dilakukan sendiri-sendiri atau dibebankan pada satu program sektor saja. Karena masalah-masalah kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti sosial budaya, ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Ditambah lagi pada era disentralisasi dimana setiap daerah mempunyai permasalahan kesehatan lokal spesifik yang juga mempunyai aspek perilaku yang perlu ditangani secara lokal. Untuk itu perlu disusun skala prioritas bagi 19 indikator perilaku hidup sehat agar dapat ditangani secara nasional atau lokal/daerah dengan tetap menacu kepada paradigma sehat yang memandang pembangunan kesehatan lebih menekankan kepada upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan kuratif dan rehabilitasi. Akses merupakan hal yang sangat terkait dengan isu gender.
Derajat kesehatan perempuan secara umum dapat diukur melalui ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, seperti tenaga kesehatan terutama bidan, selain itu dipengaruhi juga oleh rata-rata angka harapan hidup, jumlah akseptor KB, serta angka kematian bayi yang secara langsung terkait dengan tingkat kesehatan ibu.
            Pada dasarnya pembangunan dibidang kesehatan bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara mudah, merata dan murah. Dengan meningkatnya pelayanan kesehatan, pemerintah berupaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu upaya Pemerintah dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah dengan penyediaan fasilitas kesehatan terutama Puskesmas dan Puskesmas Pembantu karena kedua fasilitas tersebut dapat menjangkau segala lapisan masyarakat hingga kedaerah terpencil. Upaya pemerintah mengutamakan pembangunan dibidang kesehatan mempunyai beberapa kepentingan antara lain meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara luas yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan lebih dini lagi adalah untuk menurunkan angka kematian bayi/balita. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang baik selain dengan penyediaan berbagai fasilitas kesehatan, juga melalui penyuluhan kesehatan agar masyarakat dapat berperilaku hidup sehat. Adapun upaya untuk menilai keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan salah satunya adalah dengan berdasarkan situasi derajat kesehatan.   Oleh karena itu derajat kesehatan merupakan keharusan guna menilai hasil pelaksanaan program kesehatan yang dijalankan. Guna menilai keberhasilan pembangunan kesehatan maupun sebagai dasar dalam menyusun rencana untuk masa yang akan datang mutlak diperlukan analisa situasi derajat kesehatan tersebut.


2.3 Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Pendidikan
Pembangunan bidang pendidikan memiliki dua indikator utama yakni indikator perkembangan pembangunan pendidikan dan indikator keberhasilan pembangunan pendidikan. Indikator perkembangan pembangunan pendidikan dapat ditunjukkan melalui : akses penduduk usia sekolah terhadap lembaga pendidikan, kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anak, tingkat pengeluaran pemerintah untuk anggaran pendidikan serta rasio sarana belajar pendidikan (Rasio Siswa-kelas, Rasio siswa-Guru dan Rasio Guru-kelas). Indikator keberhasilan pembangunan bidang pendidikan dapat dilihat dari : Angka Partisipasi Murni, Angka Partisipasi Kasar, Proporsi penduduk Usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan, Tingkat Kelulusan Siswa dan Angka Buta Huruf.
a. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
             Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak usia 2 tahun sampai enam tahun dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. PAUD dibedakan dalam tiga bentuk yaitu formal, non formal dan informal. PAUD formal berbentuk taman kanak-kanak atau bentuk lain. Pada jalur non formal, PAUD berbentuk kelompok bermain, taman penitipan anak, atau bentuk lain, dan jalur informal seperti yang dislenggarakan di tempat-tempat ibadah atau perorangan.
Indikator keberhasilan penyelenggaraan PAUD yang diukur melalui indikator Angka Partisipasi Kasar
.
b. Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
           Pendidikan dasar sembilan tahun adalah jenjang pendidikan bagi anak usia 7–15 tahun, yang mencakup program pendidikan dasar (SD/MI/Pendidikan sederajat) bagi penduduk usia 7 – 12 dan program pendidikan menengah pertama (SMP/MTs/Pendidikan sederajat) bagi penduduk usia 13 – 15 tahun. Indikator keberhasilan pembangunan bidang pendidikan sembilan tahun, dilihat dari Angka Partisipasi Murni dan Angka Partisipasi Kasar.
c. Pendidikan Menengah
            Indikator keberhasilan pembangunan pendidikan pada pendidikan sekolah menengah dilihat dari aspek angka partisipasi murni (APM) dan angka partisipasi kasar (APK), memperlihatkan adanya peningkatan.
d. Pendidikan Tinggi
              Persentase penduduk yang menamatkan pendidikan tinggi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, kecuali Diploma I dan II.

2.4 Indikator Keberhasilan pembangunan di Bidang Sosial dan Budaya
Pembangunan sosial dapat didefinisikan sebagai strategi kolektif dan terencana guna meningkatkan kualitas hidup manusia melalui seperangkat kebijakan sosial yang mencakup sektor pendidikan, kesehatan, perumahan, ketenagakerjaan, jaminan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Istilah pembangunan sosial (social development) sering dipertukarkan dengan pembangunan manusia (human development) dan pembangunan kesejahteraan sosial (social welfare development). Secara konseptual, ketiganya sesungguhnya memiliki arena dan konsentrasi yang relatif berbeda, meskipun bersinggungan. Bila pembangunan sosial lebih berorientasi pada peningkatan kualitas hidup manusia dalam arti luas, maka pembangunan manusia memfokuskan perhatiannya pada peningkatan modal manusia (human capital) yang diukur melalui dua indikator utama; pendidikan (misalnya angka melek huruf) dan kesehatan (misalnya angka harapan hidup). Sementara itu, pembangunan kesejahteraan sosial lebih berorientasi pada peningkatan modal sosial (social capital) yang dapat dilihat dari indikator keberfungsian sosial (social functioning) yang mencakup kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, melaksanakan peran sosial serta menghadapi goncangan dan tekanan kehidupan. Meskipun sasaran pelayanan pembangunan kesejahteraan sosial mencakup individu dan masyarakat dari berbagai kelas sosial ekonomi, namun sasaran utama pelayanan pembangunan sosial pada umumnya adalah mereka yang tergolong kelompok-kelompok kurang beruntung (disadvantaged groups) yang di Indonesia dikenal dengan nama Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS).

2.5 Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Politik
 Mengapa ada perbedaan hasil dalam Indeks Pembangunan Manusia (human development Indeks) antara yang dirumuskan oleh Pemerintah Indonesia dengan Perserikatan Bangsa-bangsa, padahal dimensi, indicator dan obyek yang digunakan sama?.  Jawaban atas pertanyaan ini yang paling sederhana dan dimaklumi oleh banyak kalangan adalah karena ukuran yang digunakan oleh pemerintah selama ini hanya ukuran politik (politic pattern). Ukuran politik yang dimaksud di sini terkait dengan indikator yang digunakan semata untuk melindungi wibawa politik pemerintah di mata publik sehingga kebutuhan dasar dalam pembangunan manusia yang paling esensial terabaikan. Pemerintah "terkesan" jaga wibawa kepada para konstituens politiknya bahwa mereka telah melaksanakan amanah pembangunan. Ukuran politik pula yang mengakibatkan masing-masing indicator dalam pembangunan manusia saling tidak singkron satu sama lain.
           Seperti misalnya dalam penetapan standar hidup layak, pemerintah menetap kan garis kemiskinan berdasarkan pengeluaran seseorang dalam memenuhi kebutuhan minimum yakni berdasar asupan kalori (2.100 kalori) untuk bertahan hidup atau senilai uang Rp. 5.500/kapita/hari (Suharto, 1999).
            Jika pemerintah (baca : Badan Pusat Statistik) menggunakan acuan minimum pendapatan masyarakat sebesar Rp. 5.500/hari berada di ambang batas kemiskinan, maka kesimpulan sederhana memanglah benar kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan seperti selama ini dikampanyekan dalam setiap moment politik. Data BPS 2010 menyebutkan jumlah kemiskinan tinggal 31,02 juta.
             Angka ini menurun sebanyak 4 juta orang miskin pada tahun 2005 (sebanyak 35,1 juta jiwa). Padahal kebutuhan dasar penduduk bukanlah asupan kalori semata. Masing-masing penduduk di jamin oleh undang-undang untuk hidup layak (sandang, pangan dan papan). Penetapan angka Rp.5.500/hari sebagai batas penduduk hidup di garis kemiskinan dalam pandangan penulis sangatlah tidak manusiawi.
              Jika indicator ini digunakan maka sangatlah jelas pemerintah mengesampingkan kebutuhan lain di luar asupan kalori seperti kepemilikan rumah, kepemilikan sandang (pakaian), kebutuhan pendidikan dan standar hidup layak lainnya.
               Dengan standar hidup layak minimum di atas maka tidak heran jika dalam laporan Indeks Pembangunan Manusia yang dirilis oleh BPS tahun 2008 sangat timpang antara indicator melek huruf (sebesar 91,9%) dengan lama usia sekolah yang selama satu dasawarsa hanya bisa meningkat 1,2 tahun (IPM-BPS, 2008).
                Dalam bidang kesehatan, Indonesia mengalami hambatan yang sangat serius jika masalah ledakan penduduk (hasil sensus 2010) tidak diatasi maka akan berdampak pada kinerja pembangunan manusia bidang kesehatan dan bidang lainnya.

                Secara sederhana kita dapat melihat bagaimana kehidupan seorang Ibu dari keluarga miskin yang memiliki banyak anak memiliki dampak berbanding lurus dengan rendahnya kemampuan Ibu dalam memenuhi kebutuhan gisi dan nutrisi.
                Oleh karenanya kita tak bisa berbangga serta memamerkan kepada dunia internasional bahwa angka harapan hidup di Indonesia terus meningkat sedangkan factor lain kita kesampingkan seperti misalnya kualitas hidup yang rendah karena tak mampu mengenyam pendidikan tinggi dan hidup dibawah garis kemiskinan.


2.6 Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Hukum
Untuk mendukung terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan, maka perlu dilakukan pembenahan hukum dan aparatur di Indonesia. Hal ini dilakukan dengan menetapkan kebijakan pembangunan di bidang hukum dan aparatur yang diarahka n pada perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik. Kebijakan ini sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2011-2014, dalam bidang hukum dan aparatur.
Jika dikaitkan dengan tujuan utama yang ingin kita capai, yaitu sejahtera, adil, dan demokrasi, maka dalam prosesnya tentu salah satu yang sangat krusial dari indikator objektif adalah terkait masalah hukum dan aparatur. Bukan hanya terkait subtansinya, tapi juga dari yang melaksanakannya,” jelas Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Prof. Armida S. Alisjahbana, SE., MA., PhD saat menyampaikan materi kuliahnya yang berjudul “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 Bidang Hukum dan Aparatur” dihadapan mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum (FH) Unpad.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Armida yang juga guru besar di Unpad ini menyebutkan tujuh strategi dan arah kebijakan pembangunan mengenai hukum dan aparatur, untuk mencapai Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan adil. Ketujuh strategi ini adalah peningkatan efektivitas perundang-undangan, peningkatan kinerja lembaga di bidang hukum; peningkatan penghormatan, pemajuan, dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), peningkatan kualitas pelayanan publik, peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, dan pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi.
“Ketujuh strategi inilah yang selalu kita pantau bagaimana kondisi pencapaian terakhir, apa yang menjadi masalah yang perlu diperbaiki, dan bagaimana pelaksanaan dari strategi dan arah kebijakan pertahunnya,” ungkap Prof. Armida. Ia pun menyebutkan bahwa tujuh strategi ini diharapkan akan membawa pengaruh besar terhadap keadilan dan kepastian hukum, serta pelayanan publik yang berkualitas.


BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994).Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sedangkan Ginanjar Kartasas­mita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi.
3.2 SARAN
Menurut saya perkembangan administrasi pembangunan di Indonesia sudah cukup bagus tinggal terus menigkatkan hal tersebut di semua bidang  agar semuanya stabil dan terus maju



DAFTAR PUSTAKA
Kuncoro, Mudrajad, Ekonomi Pembangunan : Teori, Masalah, dan Kebijakan, Yogyakarta, 1997.
Tambunan, Tulus T.H., Perekonomian Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996.
Tjokroamidjojo, Bintoro; Mustopadidjaja, Pengantar Pemikiran tentang Teori dan Strategi Pembangunan nasional, Jakarta, 1984.
http://gustiayuendanghartanti.blogspot.com/2012/06/makalah-administrasi-pembangunan.html