KATA PENGANTAR
Dengan rahmat serta puji dan
syukur kita panjatkan ke hadirat Illahi
Robbi, atas segala Karunia dan
Rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas
Makalah tentang BIROKRASI
INDONESIA.
Selama
penyelesaian tugas ini kami banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, karena itu pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini.
Makalah
ini dibuat masih jauh dari sempurna,
oleh sebab itu kritik dan saran demi perbaikan
sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini memberikan manfaat khususnya bagi penulis,
umumnya bagi yang memerlukan.
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar ..................................................................................................................
Daftar
Isi ............................................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ..........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................................
1.3 Tujuan
Penulisan .......................................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Reformasi
Biroklasi Dirjen Pajak ..............................................................................
2.2 Tujuan Reformasi Biroklasi ......................................................................................
2.3 Empat Masalah,Tujuh Kelemahan,dan Lima
Prasyarat dalam Biroklasi ...................
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan ..............................................................................................................
3.2 Saran
........................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA .......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Birokrasi
adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah
berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Fenomena birokrasi selalu ada
bersama kita dalam kehidupan kita sehari-hari dan setiap orang seringkali
mengeluhkan cara berfungsinya birokrasi sehingga pada akhirnya orang akan
mengambil kesimpulan bahwa birokrasi tidak ada manfaatnya karena banyak
disalahgunakan oleh pejabat pemerintah (birokratisme) yang merugikan
masyarakat. Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena
sebenarnya telah ada dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun
yang lalu. Namun demikian kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi
telah mengalami perubahan yang berarti sejak seratus tahun terakhir ini. Dalam
Masyarakat yang modern, birokrasi telah menjadi suatu organisasi atau institusi
yang penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara pada umumnya sangat kecil,
namun pada masa kini negara-negara modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup
organisasi, dan administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk.
Kajian birokrasi sangat penting dipelajari, karena secara umum dipahami bahwa salah satu institusi atau lembaga, yang paling penting sebagai personifikasi negara adalah pemerintah, sedangkan personifikasi pemerintah itu sendiri adalah perangkat birokrasinya (birokrat).
Membicarakan tentang birokrasi tentunya sangat penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana sejarah birokrasi. Birokrasi memiliki asal kata dari Burcau, digunakan pada awal abad ke 13 di Eropa Barat bukan hanya untuk menunjuk pada meja tulis saja, akan tetapi lebih pada kantor, semisal tempat kerja dimana pegawai bekerja.
Kajian birokrasi sangat penting dipelajari, karena secara umum dipahami bahwa salah satu institusi atau lembaga, yang paling penting sebagai personifikasi negara adalah pemerintah, sedangkan personifikasi pemerintah itu sendiri adalah perangkat birokrasinya (birokrat).
Membicarakan tentang birokrasi tentunya sangat penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana sejarah birokrasi. Birokrasi memiliki asal kata dari Burcau, digunakan pada awal abad ke 13 di Eropa Barat bukan hanya untuk menunjuk pada meja tulis saja, akan tetapi lebih pada kantor, semisal tempat kerja dimana pegawai bekerja.
Makna asli dari birokrasi berasal dari Prancis
yang artinya pelapis meja. Bentuk birokrasi paling awal terdiri dari tingkatan
kasta rohaniawan / tokoh agama. Negara memformulasikan,memaksakan dan
menegakkan peraturan dan memungut pajak, memberikan kenaikan kepada sekelompok
pegawai yang bertindak untuk menyelenggarakan fungsitersebut.Sangat menarik
membicarakan tentang birokrasi, karena dalam realita kehidupan birokrasi
terkesan negatif dan menyulitkan dalam melayani masyarakat, padahal para pegawai
birokrasi itu dibayar dari duit masyarakat. Dan terkadang wewenang yang
diberikan kepada pegawai dari birokrasi disalahgunakan. Misalnya seperti
masalah tentang korupsi di dirjen pajak yang hangat-hangatnya dibicarakan
akhir-akhir ini. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya reformasi birokrasi
1.2 Rumusan
Masalah
Untuk mempermudah dalam penyusunan makalah ini, maka penulisan dibatasi sebagai berikut :
1. Bagaimana reformasi birokrasi di Dirjen Pajak ?
2. Apa tujuan reformasi birokrasi ?
3. Apa masalah, kelemahan, dan prasyarat reformasi birokrasi ?
1.3 Tujuan Penulisan
Ada beberapa alasan mengapa tulisan ini dibuat penulis, yaitu :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Birokrasi Indonesia.
2. Menjelaskan bagaimana reformasi birokrasi di Dirjen Pajak
Untuk mempermudah dalam penyusunan makalah ini, maka penulisan dibatasi sebagai berikut :
1. Bagaimana reformasi birokrasi di Dirjen Pajak ?
2. Apa tujuan reformasi birokrasi ?
3. Apa masalah, kelemahan, dan prasyarat reformasi birokrasi ?
1.3 Tujuan Penulisan
Ada beberapa alasan mengapa tulisan ini dibuat penulis, yaitu :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Birokrasi Indonesia.
2. Menjelaskan bagaimana reformasi birokrasi di Dirjen Pajak
3.
Memaparkan tujuan reformasi birokrasi
4. Menjelaskan masalah, kelemahan, dan prasyarat reformasi birokrasi
4. Menjelaskan masalah, kelemahan, dan prasyarat reformasi birokrasi
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Reformasi Birokrasi Dirjen Pajak
Reformasi
adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah
ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya
masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam
pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada development (Susanto, 180).
Karl Mannheim sebagaimana disitir oleh Susanto menjelaskan bahwa perubahan
masyarakat adalah berkaitan dengan norma-normanya. Development adalah
perkembangan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup anggota masyarakat,
dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati oleh masyarakat. Dengan
demikian maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai peningkatan martabat
manusia, sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait erat dengan kemajuan
masyarakat. Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah
keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum, keseimbangan
antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara prinsip - prinsip dalam
masyarakat (Susanto: 185-186). Khan (1981) memberi pengertian reformasi sebagai
suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan
mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama.
Sedangkan Quah (1976) mendefinisikan reformasi sebagai suatu proses untuk
mengubah proses, prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku
birokrat untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional.
Aktivitas
reformasi sebagai padanan lain dari change, improvement, atau modernization. Dari
pengertian ini, maka reformasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada
proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan
sikap tingkah laku (the ethics being). Arah yang akan dicapai reformasi antara
lain adalah tercapainya pelayanan masyarakat secara efektif dan efisien. Reformasi
bertujuan mengoreksi dan membaharui terus-menerus arah pembangunan bangsa yang
selama ini jauh menyimpang, kembali ke cita-cita proklamasi. Reformasi
birokrasi penting dilakukan agar bangsa ini tidak termarginalisasi oleh arus
globalisasi.
Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat
tertinggi, seperti presiden dalam suatu negara atau menteri/kepala lembaga pada
suatu departemen dan kementerian negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak
utama.
Reformasi birokrasi di Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan publik dan masih maraknya perkara korupsi. Yang hangat-hangat dibicarakan akhir-akhir ini seperti tentang kasus makelar pajak. Aparat Direktorat Jenderal Pajak tergolong sebagai aparat paling banyak melakukan pelanggaran di internal Departemen Keuangan. Direktorat ini menjadi juara sebagai instansi terbanyak kena sanksi akibat pelanggaran disiplin dan integritas. Berdasarkan catatan Departemen Keuangan pada periode 2006 - 2009 yang dipublikasikan di situs Depkeu, pegawai Ditjen Pajak menjuarai atau mendominasi pelanggaran dari 12 instansi di Depkeu. Dari total 1.961 pegawai Departemen Keuangan yang melanggar dan dikenai sanksi, lebih dari separoh atau 1.036 berasal dari Ditjen Pajak. Dari jumlah itu, 546 orang dikenai sanksi karena pelanggaran disiplin kehadiran dan 482 dikenai sanksi karena melanggar integritas. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 30/1980, Depkeu telah mengenakan sanksi berat kepada para aparat yang melanggar integritas. Menurut Depkeu, selama empat tahun tersebut, sebanyak 417 orang telah dikenai sanksi berat. Sanksi itu berupa penurunan pangkat kepada 149 pegawai, pembebasan jabatan kepada 48 pegawai, pemberhentian dengan hormat kepada 36 pegawai dan sebanyak 184 orang dipecat secara tidak hormat.
Sanksi ini diterapkan oleh Depkeu sebagai bagian dari reformasi birokrasi. Bagi pegawai Depkeu tidak ada pilihan lain untuk menyesuaikan diri dan mengikuti gerak langkah reformasi atau mundur dari pegawai, demikian disebutkan dalam laporan Departemen Keuangan.
Adapun delapan langkah yang ditegaskan oleh Menkeu untuk mengawal reformasi birokrasi meliputi,
pertama, penyerahan daftar kekayaan dan pemeriksaan surat pemberitahuan (SPT) beberapa tahun terakhir dari jajaran pejabat sampai level eselon empat dan pelaksana di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang rawan berhubungan dengan wajib pajak (WP) dan melakukan pemeriksaan mendetail.
Kedua, melakukan pemeriksaan menyeluruh bidang pemeriksaan pajak. Beberapa yang dilakukannya terkait hal ini adalah Kementerian Keuangan dalam jangka pendek akan membebastugaskan seluruh jajaran yang bekerja di Unit Keberatan bersama Gayus Tambunan. Selain itu, kasus-kasus keberatan yang terjadi antara 2006-2009 akan diperiksa semuanya, begitu pula semua kasus kekalahan di Pengadilan Pajak akan diperlakukan hal yang serupa.
Ketiga, Kementerian akan meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusut transaksi para aparat pajak, wajib pajak, dan hakim pajak yang berhubungan dengan kasus keberatan. Keempat, melakukan kerja sama dengan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam perbaikan peradilan perpajakan. Kelima, Kementerian Keuangan akan meminta Komite Pengawas Perpajakan untuk memeriksa proses, kebijakan dan administrasi pajak dan bea cukai yang rawan korupsi. Keenam, membentuk whistle blower dan membentuk mekanisme pengaduan yang mudah dan kredibel, sehingga pengaduan merasa aman dan berani, dan aduan ditangani dengan sungguh-sungguh. Ketujuh, mengevaluasi unit Kepatuhan Internal dan Inspektorat Jenderal, agar makin mampu mendeteksi pelanggaran secara lebih dini.
Serta kedelapan, mempercepat pelaksanaan penilaian indikator kinerja individu, termasuk indikator integritas secara lebih detail dan tegas, agar efek pencegahan dapat terbangun.
Reformasi birokrasi di Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan publik dan masih maraknya perkara korupsi. Yang hangat-hangat dibicarakan akhir-akhir ini seperti tentang kasus makelar pajak. Aparat Direktorat Jenderal Pajak tergolong sebagai aparat paling banyak melakukan pelanggaran di internal Departemen Keuangan. Direktorat ini menjadi juara sebagai instansi terbanyak kena sanksi akibat pelanggaran disiplin dan integritas. Berdasarkan catatan Departemen Keuangan pada periode 2006 - 2009 yang dipublikasikan di situs Depkeu, pegawai Ditjen Pajak menjuarai atau mendominasi pelanggaran dari 12 instansi di Depkeu. Dari total 1.961 pegawai Departemen Keuangan yang melanggar dan dikenai sanksi, lebih dari separoh atau 1.036 berasal dari Ditjen Pajak. Dari jumlah itu, 546 orang dikenai sanksi karena pelanggaran disiplin kehadiran dan 482 dikenai sanksi karena melanggar integritas. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 30/1980, Depkeu telah mengenakan sanksi berat kepada para aparat yang melanggar integritas. Menurut Depkeu, selama empat tahun tersebut, sebanyak 417 orang telah dikenai sanksi berat. Sanksi itu berupa penurunan pangkat kepada 149 pegawai, pembebasan jabatan kepada 48 pegawai, pemberhentian dengan hormat kepada 36 pegawai dan sebanyak 184 orang dipecat secara tidak hormat.
Sanksi ini diterapkan oleh Depkeu sebagai bagian dari reformasi birokrasi. Bagi pegawai Depkeu tidak ada pilihan lain untuk menyesuaikan diri dan mengikuti gerak langkah reformasi atau mundur dari pegawai, demikian disebutkan dalam laporan Departemen Keuangan.
Adapun delapan langkah yang ditegaskan oleh Menkeu untuk mengawal reformasi birokrasi meliputi,
pertama, penyerahan daftar kekayaan dan pemeriksaan surat pemberitahuan (SPT) beberapa tahun terakhir dari jajaran pejabat sampai level eselon empat dan pelaksana di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang rawan berhubungan dengan wajib pajak (WP) dan melakukan pemeriksaan mendetail.
Kedua, melakukan pemeriksaan menyeluruh bidang pemeriksaan pajak. Beberapa yang dilakukannya terkait hal ini adalah Kementerian Keuangan dalam jangka pendek akan membebastugaskan seluruh jajaran yang bekerja di Unit Keberatan bersama Gayus Tambunan. Selain itu, kasus-kasus keberatan yang terjadi antara 2006-2009 akan diperiksa semuanya, begitu pula semua kasus kekalahan di Pengadilan Pajak akan diperlakukan hal yang serupa.
Ketiga, Kementerian akan meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusut transaksi para aparat pajak, wajib pajak, dan hakim pajak yang berhubungan dengan kasus keberatan. Keempat, melakukan kerja sama dengan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam perbaikan peradilan perpajakan. Kelima, Kementerian Keuangan akan meminta Komite Pengawas Perpajakan untuk memeriksa proses, kebijakan dan administrasi pajak dan bea cukai yang rawan korupsi. Keenam, membentuk whistle blower dan membentuk mekanisme pengaduan yang mudah dan kredibel, sehingga pengaduan merasa aman dan berani, dan aduan ditangani dengan sungguh-sungguh. Ketujuh, mengevaluasi unit Kepatuhan Internal dan Inspektorat Jenderal, agar makin mampu mendeteksi pelanggaran secara lebih dini.
Serta kedelapan, mempercepat pelaksanaan penilaian indikator kinerja individu, termasuk indikator integritas secara lebih detail dan tegas, agar efek pencegahan dapat terbangun.
2.2
Tujuan Reformasi Birokrasi
-Terciptanya good governance, yaitu
tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa
-Memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien
- Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku abdi
masyarakat dan abdi negara
- Pemerintah yang bersih (clean government)
- Bebas KKN
- Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat
-Memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien
- Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku abdi
masyarakat dan abdi negara
- Pemerintah yang bersih (clean government)
- Bebas KKN
- Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat
2.3 Empat Masalah, Tujuh
kelemahan, dan Lima Prasyarat Dalam Biroklasi
Empat
masalah, terdiri :
(1)
berbagai keluhan masyarakat kurang direspons aparatur.
(2)
belum ada data awal yang pasti dan sama.
(3)
tolok ukur keberhasilan belum jelas dan
(4)
belum ada analisis yang jelas mengapa pemberantasan korupsi sejak era Presiden
Soekarno, Soeharto, Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri,
sampai Susilo Bambang Yudhoyono belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan.
Tujuh kelemahan yang menonjol:
Tujuh kelemahan yang menonjol:
(1) lemahnya kehendak pemerintah atau political
will/government will;
(2)
belum ada kesamaan persepsi dan
pemahaman tentang visi, misi, tujuan dan rencana tindak tidak jelas;
(3) kurang memanfaatkan teknologi informasi
(e-government, e-procurement, information technology) dalam pemberantasan KKN;
(4)
belum ada kesepakatan menerapkan SIN
(single identification/identity number) tentang data kepegawaian, asuransi
kesehatan, taspen, pajak, tanah, imigrasi, bea-cukai, dan yang terkait lainnya;
(5)
masih banyak duplikasi, pertentangan,
dan ketidakwajaran peraturan perundang-undangan (ambivalen dan
multi-interpreted);
(6)
kelemahan dalam criminal justice system (sistem penanggulangan kejahatan);
penanggulangan kejahatan (criminal policy) belum efektif menggunakan media masa
dan media elektronika, kurangnya partisipasi masyarakat, sanksi terlalu ringan
dan tidak konsisten, dan criminal policy belum dituangkan secara jelas dalam
bentuk represif (criminal justice system), preventif (prevention without
punishment), dan pencegahan dini (detektif); dan
(7)
belum ada konsistensi yang didukung
kesungguhan atau keseriusan pemerintah dalam pemberantasan KKN (Korusi Kolusi
dan Nepotisme)
Lima prasyarat keberhasilan pemberantasan korupsi:
(1) deregulasi peraturan perundang-undangan yang
memberi peluang KKN dan ada kehendak yang sungguh-sungguh dan serius untuk
memberantas korupsi (Inpres 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi merupakan
salah satu komitmen yang harus ditindaklanjuti dengan tindakan nyata).
(2)
sistem dan mekanisme pelayanan publik
yang memanfaatkan teknologi informasi (TI):Â e-government, e-procurement,
e-office, e-business.
(3) penerapan dan pemanfaatan Single
Identification/Identity Number (SIN) untuk setiap urusan masyarakat yang
diharapkan mampu mengurangi peluang penyalahgunaan.
(4) peraturan perundang-undangan yang saling
menunjang dan memperkuat; dan
(5)
penataan atau pembaharuan Criminal Justice System (CJS) yang memadai.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fenomena birokrasi selalu ada bersama kita dalam kehidupan
kita sehari-hari dan setiap orang seringkali mengeluhkan cara berfungsinya
birokrasi sehingga pada akhirnya orang akan beranggapan bahwa birokrasi tidak
ada manfaatnya karena banyak disalahgunakan oleh pejabat pemerintah
(birokratisme) yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya
reformasi birokrasi. Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi
lebih baik daripada yang sudah ada. Reformasi bertujuan mengoreksi dan
membaharui terus-menerus arah pembangunan bangsa yang selama ini jauh
menyimpang, kembali ke cita-cita proklamasi. Reformasi birokrasi penting
dilakukan agar bangsa ini tidak termarginalisasi oleh arus globalisasi.
Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam
suatu negara atau menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian
negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama.
Tujuan reformasi birokrasi: Memperbaiki kinerja birokrasi,
Terciptanya good governance, yaitu tata pemerintahan yang baik, bersih, dan
berwibawa, Pemerintah yang bersih (clean government), bebas KKN, meningkatkan
kualitas pelayanan terhadap masyarakat
3.2
Saran
Untuk memayungi reformasi birokrasi,
diupayakan penataan perundang-undangan, antara lain dengan menyelesaikan
rancangan undang-undang yang telah ada. Dengan demikian, proses reformasi
birokrasi dapat berjalan dengan baik dengan adanya legalitas secara hukum dalam
pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
- Benveniste, Guy.1997. Birokrasi.Jakarta: PT Raja GrafindoPersada
- Pramusinto Agus dan Erwan Agus Purwanto. 2009. Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan dan Pelayanan Publik
- Susanto, Heri, “Ditjen Pajak Juara Kena Sanksi Pelanggaran”, diakses dari situs http://heri.susanto@vivanews.com
- Drs. Taufiq Effendi, MBA, “Agenda Strategis Reformasi Birokrasi Menuju Good Governance”,
- Prof.Dr.Mostopadidjaja AR. 2003. “Reformasi Birokrasi Sebagai syarat Pemberantasan KKN”,
No comments:
Post a Comment